Beberapa hari yang lalu gue potong rambut di sekolah. Jangan kira di sekolah ada salon atau pangkas rambut. Maksudnya gue dan beberapa teman yang nggak beruntung lainnya kena Razia rambut. Pribadi, gue sendiri saat itu seminggu sebelum tragedi tsb udah potong rambut, tapi tetep aja kata Bu Guru rambut gue harus dipotong secara paksa. Benar2 tragis.

Masa depan rambut gue-pun hancur saat Bu Guru yang motongnya bilang: 'Eh, tacolak dek ibuk stek aa..' (Eh, tercolak sama ibuk sedikit a). Saat itu juga cuma ada kata 'colak' diotak gue. Bahasa Indonesia-nya colak = tanpa disengaja ada sedikit botak dirambut anda.

Sore sehabis tragedi pagi kelabu tersebut gue berinisiatif buat potong rambut (lagi) daripada tetap berpenampilan rambut dengan gaya gak jelas gini mending dirapiin deh, pasti ntar lumayan hasilnya. Awalnya gue berpikir positif seperti itu..

Ternyata kata abang tukang potong rambut, rambut gue bagian sampingnya ini harus dipotong tipis, harus! Gue pasrah.

Besoknya disekolah gue harus jadi badut buat beberapa jam. Semuanya tertawa ngeliat rambut (baru) yang gak diharapkan ke-baruannya ini. Ada sih temen yang bilang rambut gue bagus (walaupun itu peres). Malah ada yang bilang mirip Briptu Norman. Menjelang beberapa bulan kedepan gue harus banyak bersabar.



REST IN PEACE MY BELOVED HAIR

Kali ini gue mau cerita gimana rasanya berada di sekolah. Di sekolah. Sekolah. Jam. Sekitar jam. DuaBelas. DuaBelas. Malam. *backsound: ST12-Dunia Pasti Berputar.

Hari Jum'at yang lalu (6 Mei) gue dan beberapa teman dan senior Sispala Rinjani di sekolah sedang sibuk2nya buat nyiapin semua yang harus disiapin buat acara hari Sabtu besok. Ini merupakan acara tahunan, nama acaranya Lomba Mewarnai untuk TK se-Kota Padang. Ini Serius.

Dari pagi gue udah mulai bolak-balik keluar kelas, sampai siang, sore, petang, malam.

Asli hari itu bener2 capek, dan seharian itu bener2 gak pulang dan cuma di sekolah.

Awalnya gue kira persiapannya cuma sampai sore, dan bener buat rekan2 gue yang cewek, mereka semua pulang dan tinggalin kami yang.. laki-laki.
Smanten bener2 sepi, yang tinggal cuma kami yang panitia, tukang2 bangunan (anak smanten pasti tahu), sama Bang Melky (Satpam sekolah/ Anak dari Mami)

Jam 19.00 Smanten udah sepi, tapi PCS masih rame.
Jam 20.00 Smanten masih sepi, PCS mulai sepi.

Selanjutnya gue mau cerita tentang gimana keadaan smanten malam hari..

Malam itu gedung sekolah gelap tak berpenghuni, pintu dari beberapa kelas malah ada yang kebuka, gak tau deh kenapa dibuka atau siapa yang buka. Ada beberapa lampu sebagai penerangan di gedung A dan B, kecuali gedung C yang lagi dibangun banyak lampu2nya, mungkin karena bangunan baru jadi harus diterangin. Heh.

Panitia simpet briefing kecil2an utk acara bsk sembari nunggu tenda yang belum datang, berbekal trangea, gue bantu bg apit bikin kopi, trus kita makan snack dari Kerupuk Bawang Fajar (y)

Udah jam sebelas lewat, di atas langit di bangunan gedung A ada lampu sorot ke langit. Kata salah seorang senior kalau dulu lampu itu untuk liat2 hantu, dan itu jelas cuma bercanda. Itu lampu sorot dari daerah deket simpang Texas.

Sedikit lagi jam 12, para tukang di sekolah gue masih ngumpul2 di dekat kantin mami, mereka ngobrol pake bahasa jawa sambil salah satu dari mereka hidupin mp3 yang lagu2nya kental dengan ke-jawa2an. Serasa kaya di Jawa Tengah. Kurangnya cuma nggak ada sinden.

Udah jam 1 dini hari, ternyata para tukang dan satpam sekolah gue malah bikin masak2 kecil2an, nggak tau deh apa itu emg tiap malem mereka selalu seperti itu. Mereka masak pake kuali tapi apinya dari kayu2 ditopang batu bata. Kreatif. Waktu ditanya lagi masak apa Bang? Ternyata itu belut. Enak pasti.

Gue dan yang lainnya pulang dari sekolahb sekitar jam 2 pagi, dan smanten masih aja rame sama tukang2 dan satpam yang lagi ronda. Nggak tau deh mereka tidur jam berapa.

Ternyata smanten di waktu malam gak serem2 amat yang kaya diceritain senior2 di sekolah gue. Datang serem darimana coba? Malem2 itu malah rasanya makin meriah aja acara yg dibuat tukang2 bangunan (dari Jawa).

Nggak tau deh kalau misalnya tugas mereka selesai dan mereka balik ke kampungnya di Jawa. Trus siapa coba yang bakal lagi nemenin satpam (Bg Melky) kalau malem2 ? Sendirian atau sama..

Ini gue punya sebuah cerita pendek (cerpen) yang gue buat gara2 ada tugas Bahasa Indonesia dari sekolah yaitu: Menulis Cerpen. Sempet dibacain didepan kelas, makasih Bu Ayang ;)

Balada Absen Siang

Seperti biasanya, aku menandatangani absen menggunakan pena pinjaman, dan ketika map kuning itu kubuka banyak coret-coretan anak-anak kelas yang menurutnya itulah tanda yang berarti mereka hadir untuk pelajaran tambahan siang ini. Sambil sedikit tertawa akupun berpikir..

‘Hm.. apa ya yang bagus untuk tanda tangan hari ini?’

Aku melihat ada sebuah gambar tanda not balok, ‘Ini pasti tanda tangannya si Kevin’ gumamku.

Ada juga sebuah tulisan inisial dua nama orang yang digabung menjadi satu, ‘Haha.. Ini pasti tanda tangan si Ara’ Ucapku perlahan sambil menyenggol lengan Harvi, teman disebelahku. Dia hanya merespon biasa saja, sepertinya dia sedang serius memperhatikan Bu Tuti yang didepan kelas.Semakin kebaris bawah aku lihat semakin banyak pula macam-macam tanda tangan teman sekelasku.

Dan aku mulai mencoret kertas absen dengan tulisan tegak bersambung nama depanku dan dibelakangnya aku beri simbol hati berwarna hitam, hitam karena pena yang kugunakan bertinta hitam. Dan seharusnya itu memang bukan tanda tanganku.

Selesai ‘menghias’ absen, akupun pergi ke meja guru untuk memberikan map kuning tersebut.

Setelah kira-kira 10 menit aku memperhatikan Ibu Tuti menerangkan pelajaran, ya lumayan pahamlah untuk siang ini, karena biasanya belajar siang itu sulit untuk berkonsentrasi, jadi tak heranlah menurutku jika belajar tambahan siang disekolah itu tidak efektif.

Ibu Tuti memberikan kami latihan soal di papan tulis, dan beliau duduk di meja guru sembari kami menyelesaikan soal-soal tersebut. Tiba-tiba Bu Tuti mengerutkan keningnya saat melihat absen yang sudah kami isi dengan berbagai macam bentuk tanda tangan.

‘Ini siapa yang nyuruh tanda tangan coret coret tidak jelas seperti ini ?’ Buk Tuti dengan suara lantangnya mengheningkan kelas yang sebelumnya memang sudah hening.

Bu Tuti memanggil namaku saat melihat ada simbol hati berwarna hitam, akupun maju ke depan kelas.Satu persatu nama siswa dikelasku dipanggil, tapi cuma aku, Riri, dan Ridwan yang disuruh maju ke depan meja guru.

‘Dicky, ini kenapa kamu tanda tangan gambar tidak jelas seperti ini? Apa memang seperti ini tanda tanganmu selalu’

‘Hm.. Tidak Bu, tadi itu cuma iseng tanda tangan seperti itu’ jawabku dengan ragu.

Kami sekelaspun dimarahi, atau lebih tepatnya diberi nasehat oleh Bu Tuti.

Bu Tuti memang terlihat kesal dan tidak suka dengan kelakuan kami yang hampir sekelas menandatangani absen seperti itu. Memang faktanya saat itu kami tidak menandatangani lembaran absen dengan memberi tanda tangan yang biasa, rata-rata ditambah dengan gambar atau simbol tidak penting, malah ada yang menulis kata-kata dikolom absen seperti yang dilakukan Ridwan.

Bu Tuti benar-benar marah, beliau merasa tidak dihormati karena kelakuan kami.

‘Kalian tidak tahu ya, kalau absen ini nanti akan di check oleh Kepala Sekolah sebagai tanda kalian hadir siang ini, dan apa kalian tidak lihat kalau di sudut kanan bawah absen ini ada tanda tangan saya sebagai guru yang mengajar kalian ? Sedangkan kalian malah tanda tangan diatas dengan gambar-gambar yang tidak jelas seperti ini ?’

‘Maafkan kami Bu..’ Ucapku memotong kalimat Bu Tuti, aku sadar harus meminta maaf karena yang aku dan teman-teman lakukan memang salah.

‘Ibu kecewa sama kalian’

Bu Tuti dengan wajah kesal langsung merobek kertas lembaran absen tadi.

‘Siang ini kita tidak ada belajar apa-apa, silahkan kalian belajar sendiri’ Komentar Bu Tuti sembari membereskan buku-bukunya.

Dalam hati aku merasa benar-benar menyesal berbuat seperti ini, lagi, aku mencoba minta maaf dan berjanji tidak akan mengulanginya. Kelas tetap dalam suasana hening.

‘Dicky, jangan paksa Ibu, buat kali ini Ibu belum bisa memaafkan, biarlah dulu’ Bu Tuti berbicara secara pribadi kepadaku yang saat itu memang cuma aku yang mau minta maaf.

Bel tanda pergantian pelajaran berbunyi, Bu Tuti langsung meninggalkan kelas tanpa sepatah kata kepada kami dan membiarkan latihan soal tadi tanpa dibahas jawabannya.

Aku mencoba mengikuti dari belakang Bu Tuti yang tadi keluar, tapi Harvi menghalang dan mengatakan ‘Biarin dululah Ibu itu nenangin dirinya, mungkin sifatnya memang seperti itu, Enggak bisa dipaksa’

Aku kembali ke tempat duduk dengan wajah cemas campur kecewa karena belum dimaafkan, begitu pula dengan teman-teman yang lain.

Saat itu kami sekelas khusunya yang ‘menghias’ lembar absen tadi menjadi sadar, bahwa hal yang tidak baik sekecil apapun dapat membuat seseorang merasa tersinggung atau tidak dihormati.

Tanda tangan memang terlihat sepele, namun ada kalanya kita tidak boleh mengganggap hal sepele apapun tidak penting bagi orang lain. Masing-masing orang punya sifat yang berbeda, mungkin sebelumnya kita mengira hal ini sepele dan tidak akan mungkin jadi masalah, dan kita baru menyadari kesalahan ketika perkiraan kita tadi salah.

Sejak balada absen siang itu, kami sekelas selalu menandatangani absen dengan tanda tangan yang seharusnya. Dan seminggu setelah itu Bu Tuti terlihat seperti sudah melupakannya, kami kembali belajar seperti biasa. Syukurlah Bu Tuti sudah mencabut kata-kata silahkan kalian belajar sendiri.
Akhir bulan April yang lalu sekolah gue SMAN 10 Padang mengadakan acara perpisahan untuk siswanya kelas XII yang insya Allah tahun ini lulus dan menuju jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Sebagai acara tahunan yang dari tahun ketahun lebih baik penyelenggaraannya, panitia MPK, OSIS, dan siswa sudah berusaha memberikan sumbangan tenaga, pikirin.
Di balik itu semua banyak cerita menarik saat persiapan acara tersebut, salah satunya panitia benar2 nggak nyaman sama kelakuan penjaga tempat (gedung) yg sudah disewa untuk acara tsb. Saat melakukan dekorasi dan persiapan lainnya panitia malah seperti diatur2 dan diberi batas waktu, pihak guru-pun juga mengaku nggak nyaman dengan perlakuan seperti itu. Sampai pada saat hari H masih aja mereka mengawas berlangsunya acara. Kaya kami mau maling aja..